�BUMN Industri Strategis akankan menjadi BUMN Industri Pertahanan�

kpindadpal-logo-10x3-(2004)
klenWebmail Server PT INKALogokksgdg1x
�BUMN Industri Strategis akankan menjadi BUMN Industri Pertahanan�
Oleh Y. Sugiharto*
"�, tanah air kita adalah tanah air kepulauan, tanah air jang terdiri dari beribu-ribu pulau jang dipisahkan satu dari jang lain oleh samudra-samudra dan lautan-lautan. � tanah air kita ini adalah ditakdirkan oleh Allah SWT terletak antara dua benua dan dua samudra. Maka bangsa jang hidup di atas tanah air jang demikian itu hanjalah bisa mendjadi satu bangsa jang kuat djikalau ia djaja bukan sadja di lapangan komunikasi darat, tetapi djuga di lapangan komunikasi laut dan di dalam abad 20 ini dan seterusnya di lapangan komunikasi udara."
(Pidato Bung Karno pada Hari Penerbangan Nasional 9 April 1951)
Saat ini pemerintah sedang merencanakan untuk melakukan revitalisasi BUMN Industri Pertahanan (BUMNIP) dalam rangka menunjang pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (ALUTSISTA) lima tahun kedepan (2011-2015) sedang dibuat roadmap pengembangannya serta arah kedepan. Didalam system pertahanan suatu Negara pengadaan ALUTSISTA menjadi penting dan diperlukan karena merupakan alat pertahanan yang diharapkan mampu melindungi Negara tersebut dari gangguan keamanan dan gangguan in-stabilitas lainnya baik dari dalam negri maupun luar negri.
Indonesia saat ini merupakan negara maritim terbesar didunia dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 5,8 juta km atau tiga perempat dari total luas wilayah dan berbatasan laut dengan 10 negara. Dengan luas laut 5,8 juta km maka diperlukan sekitar 20 unit kapal FREGAT dengan kemampuan jelajah 300 ribu km (saat ni baru memiliki 11 unit, masih kurang 9 buah); 116 unit kapal patroli dengan kemampuan jelajah 50,000 km (saat ini baru memiliki 41 buah, masih kurang 65 buah); 150 kapal tempur (saat ini baru memiliki 85 buah, masih kurang 65 buah); 100 pesawat udara pendukung kapal laut patroli (saat ini baru memiliki 70 buah, masih kurang 30 buah); 350 kendaraan tempur Tank Amphibi (saat ini baru memiliki 200 buah, masih kurang 100 buah); 50 kapal peluncur RUDAL kendali jarak menengah dan jauh (saat ini baru memiliki 22 buah, masih kurang 28 buah)
Disamping itu dengan luas daratan yang mencapai 8,6 juta km dan terdiri dari 17.635 pulau dan jumlah penduduk mencapai 250 juta, memerlukan kekuatan pengawasan per;indungan ketahanan dan keamanan yang yang ketat yang terdiri dari: 1.250 Tank dengan kemampuan operasi mencapai 150 km (saat ini baru memiliki 500 unit, ,masih kurang 1000 unit); 88,888 juta pucuk senjata; 878.779 panser; 77.998 senjata tempur pennagkis udara.
Dengan luas udara yang mencapai 878 juta km dan puluhan ribu pulau yang perlu diawasi maka memerlukan paling tidak :8 skuadron tempur; 245 pesawat tempur; 567 pesawat angkut pasukan. Belum lagi jumlah munisi yang dibutuhkan dalam mendukung peralatan tempur yang ada yang bisa mencapai 1,6 milyard butir munisi ukuran kecil, sekitar 80 juta butir munisi besar dan 1 juta butir munisi khusus.
Melihat kebutuhan ALUTSISTA diatas, maka mau tidak mau pemerintah harus bisa dan dapat mengembangkan kemampuan BUMNIP agar bisa menjadi bagian yang mendukung penyediaan kebutuhan ALUTSISTA dan juga pemeliharaanya. Saat ini ada enam BUMN yang ditetapkan menjadi BUMNIP yaitu:
  1. PT PAL sebagai instansi penjuru terutama rekayasa kapal perang
  2. PT Dirgantara Indonesia untuk mendukung pembuatan roket dan rudal, helikopter dan fix wing aircraft,
  3. PT Pindad untuk memenuhi kebutuhan senjata, meriam, amunisi dan panser,
  4. PT Dahana untuk mengembangkan amonium nitrat dan propeler untuk bahan peledak,
  5. PT LEN dan PT INTI untuk mengembangkan alat komunikasi khusus dan radar,
  6. PT Krakatau Steel untuk menyediakan baja sesuai spesifikasi yang dibutuhkan alutsista
Pengembangan keenam Industri Pertahanan tersebut untuk menunjang pengadaan ALUTSISTA sebetulnya telah dilakukan dan dimulai sejak pengelompokan sepuluh BUMN Industri Strategis (BUMNIS) dilakukan pada tahun 1988, akan tetapi semua persiapan dan pengembangan yang dilakukan sejak 1988 akhirnya menjadi terhenti karena BPIS-LPND dibubarkan pada tahun 1998 sehingga hampir semua BUMN Industri Strategis mengalami kesulitan produksi maupun keuangan dan pengembangan produk hingga saat ini.
Sebetulnya tidak sulit untuk bisa mengembangkan kembali peran BUMNIP menjadi industri unggulan dalam industri pertahanan dan ALUTSISTA, mengingat selama ini pengadaan ALUTSISTA kebanyakan berasal dari luar negri dengan sumber dana luar negri. Untuk itu diperlukan:
  1. Kebijakan Pemerintah yang mendukung dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden untuk selalu menggunakan produksi dalam negri dan menyiapkan dukungan pendanaannya dari dalam negri pula, kebijakan ini harus diikuti dengan contoh dan kenyataan dilapangan untuk menggunakan produk alutsista dalam negeri, seperti penggunaan panser ANOA dan persenjataan SS-1 plus munisinya produk PT Pindad oleh TNI-AD, penggunaan CN-235 produk PT Dirgantara Indonesia oleh TNI-AU, penggunaan kapal Perusak Kawal Rudal/PKR produk PT PAL Indonesia oleh TNI-AL.
  2. Dukungan industri dalam negeri yang ber-sinergi sehingga bisa menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga kompetitif bagi produk yang dibutuhkan dan tentunya dengan spesifikasi teknis khusus dan sulit ditiru, dan ini membutuhkan kerjasama interdep serta dukungan BUMN/Swasta -KADIN dalam pelaksanaannya.
  3. Industri Utama atau BUMN yang ditunjuk menjadi ujung tombak pengadaan ALUTSISTA dengan dukungan kebijakan pemerintah untuk menjadi Pusat Unggulan Industri Pertahanan dan kemudahan pengadaannya
  4. Ketersediaan pendanaan yang bersumber dari dalam negri mengingat hal ini berkaitan dengan kerahasiaan teknologi bagi pengembangan ALUTSISTA yang dilakukan.
Keempat syarat diatas sebetulnya tidak sulit dilakukan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak mudah dilakukan karena situasi dan kondisi yang saat ini semakin kompleks dengan atas nama globalisasi dan juga dengan adanya pola perdagangan bebas. Sehingga peran Negara maju dan besar kadang menjadi sangat dominan dalam membatasi pengembangan industry di Negara berkembang. Satu-satunya kunci agar hal ini bisa berjalan adalah adanya KOMITMEN yang tinggi dari pimpinan dan didukung oleh jajarannya sehingga konsep KEMANDIRIAN HANKAM yang disusun bukan hanya menjadi wacana dan konsep laporan saja.
Sejarah membuktikan bahwa sebelumnya kita pernah berjaya dalam industri pertahanan dengan mengumpulkan sepuluh BUMN industri strategis pada tahun 1989 dalam rangka kemandirian HANKAM dan menunjang pengembangan industri pertahanan di Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 59 tahun 1989 telah dibentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang ditugaskan untuk membina, mengelola dan mengembangkan sepuluh Industri Strategis diatas. Pembentukan BPIS-LPND ini merupakan kelanjutan dari dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1989 tentang Pembentukan Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) yang merupakan lembaga pembina dan pengawasan BPIS-LPND.
Sebelum BPIS-LPND berdiri pada tahun 1989, Pembinaan dan pengelolaan BUMN Industri Strategis berada pada Departemen Terkait (Departemen Perindustrian, Departemen Pertahanan dsb.) sehingga pembinaan dan pengelolannya belum terintegrasi dengan baik sebagai suatu industri strategis/pertahanan nasional yang menunjang industri pertahanan, kemudian pada tahun 1988 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 44 tahun 1988 tentang Industri Strategis maka sepuluh industri diatas dinamakan BUMN Industri Strategis dengan tujuan pemerintah ingin membangun dan mengembangkan industri pertahanan dan kemandirian HANKAM kedepan.
Sejak tahun 1989 hingga 1998, BPIS-LPND telah banyak melakukan perencanaan program dan pembuatan road map pengembangan industri strategis sebagai ujung tombak industri pertahanan menuju kemandirian hankam dengan dua target atau sasaran utama yaitu menjadi Industri Maritim dan Industri Dirgantara terkemuka pada tahun 2015. Untuk menunjang hal ini maka kesepuluh industri strategis dikembangkan menjadi Pusat Unggulan (Center of Excellence) Teknologi sesuai dengan jenis industrinya dengan Dua Pusat Unggulan utama yaitu:
  1. PT Dirgantara Indonesia Pusat Unggulan Industri Pesawat Terbang/Dirgantara
  2. PT PAL Indonesia Pusat Unggulan Industri Maritim
Dan delapan pusat unggulan penunjang Industri Pertahanan lainnya seperti:
  1. PT Pindad Pusat Unggulan Industri Senjata/Pertahanan
  2. PT Dahana Pusat Unggulan Industri Munisi
  3. PT Krakatau Steel Pusat Unggulan Industri Baja
  4. PT Barata Indonesia Pusat Unggulan Industri Alat Berat
  5. PT Boma Bisma Indra Pusat Unggulan Industri Permesinan/Diesel
  6. PT Industri Kereta Api Pusat Unggulan Industri Kereta Api
  7. PT Industri Telekomunikasi Indonesia Pusat Unggulan Industri Telekomunikasi
  8. PT LEN Industri Pusat Unggulan ndustri Elektronika dan Komponen
Konsep pengembangan industri unggulan dengan sasaran Pusat Unggulan Industri Maritim dan Industri Dirgantara pada tahun 2015 (saat itu ditetapkan tahun 1995) menjadi terhenti sejak gerakan reformasi berjalan pada tahun 1998, yang kemudian diikuti pembubaran BPIS-sebagai sebuah LPND. Akibatnya dukungan pendanaan dan kerjasama instansi yang sudah terbentuk baik didalam negeri maupun di luar negri menjadi terputus. Walaupun kemudian BPIS mencoba bangkit kembali dengan mendirikan PT Pakarya Industri/PT BPIS Persero pada tahun 1998 yang kemudian akhirnya juga dilikuidasi pada tahun 2002, tidak banyak lagi program pengembangan teknologi menuju kemandirian hankam dilakukan, karena dalam waktu yang cukup pendek (1998-2002) PT BPIS lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan masalah keuangan dan pendanaan yang dihadapi BUMN Industri Strategis.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2002 pada tanggal 23 September 2002, yang mengatakan bahwa PT Bahana Pakarya Industri Strategis (BPIS) Persero, Holding Company Industri Strategi secara resmi dibubarkan atau dilikuidasi dari yang sebelumnya pada tahun 1998 dengan PP 35 Tahun 1998 berupaya bangkit setelah BPIS-LPND dibubarkan dan metransformasi menjadi sebuah BUMN dalam bentuk Perseroan Terbatas. PT BPIS merupakan BUMN Holding company pertama dilingkungan Kementerian BUMN yang khusus menangangi BUMN Industri Strategis/Pertahanan dan terdiri dari sepuluh BUMN Industri Strategis yaitu: PT Dirgantara Indonesia (Industri Pesawat Terbang/ Dirgantara); PT PAL Indonesia (Industri Kapal); PT Pindad (Industri Senjata/Pertahanan); PT Dahana (Industri Bahan Peledak); PT Krakatau Steel (Industri Baja); PT Barata Indonesia (Industri Alat Berat); PT Boma Bisma Indra (Industri Permesinan/Diesel); PT Industri Kereta Api (Industri Kereta Api); PT INTI (Industri Telekomunikasi); PT LEN Industri (Industri Elektronika dan Komponen)
Sejak dikembalikannya pembinaan BUMN Industri Strategis dari BPIS ke Kementerian Negara BUMN pada tahun 2002, maka pembinaan sepuluh Industri Strategis menjadi wewenang Menteri Negara BUMN dibawah Kementerian BUMN/Menneg BUMN melalui kedeputian Industri Strategis. Kementrian negara BUMN didirikan berdasarkan UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU no. 19 tentang BUMN yang kemudian ditindaklanjuti dengan PP No 41 tahun 2003, PP No 35 tahun 2005, PP No 43, No.44, No. 45 tahun 2005.
Pembinaan dan arah pengelolaan BUMN Industri Strategis sejak 2002 hingga sekarang belum menjadi fokus pada pengembangan industri hankam (maritim dan dirgantara) akan tetapi lebih banyak pada pengelolaan perusaaan BUMN persero yang dapat menghasilkan keuntungan. Hal ini juga yang mengakibatkan banyak kegiatan pengembangan teknologi di BUMN Industri Strategis terhenti karena kurangnya pendanaan dan bantuan pemerintah dan tidak adanya road map pengembangan yang sinergi antar BUMN yang saling menguntungkan
Diharapkan dengan adanya Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang dibentuk Tahun 2010 dengan Peraturan Presiden No 52 maka industri strategis bisa menjadi industri pertahanan yang mempunyai peran strategis dalam penyelenggaraan pertahanan sehingga perlu didorong dan ditumbuhkembangkan agar mampu memenuhi kebutuhan alat peralatan yang mendukung pertahanan melalui revitalisasi industri pertahanan. Disamping itu revitalisasi industri pertahanan perlu dilaksanakan secara terencana,terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam satu kesatuan system industri pertahanan guna mewujudkan tujuan pertahanan nasional; Dengan pencanangan program Revitalisasi Industri Hankam yang disampaikan Presiden SBY pada bulan Nopember 2009, akankan BUMN Industri Strategis bangkit kembali? Atau berubah menjadi BUMN Industri Pertahanan?
�Banyak industri strategis dan pertahanan kita yang membuat alat militer kita seperti PT PAL, PT DI dan industri lainnya, karena krisis mereka alami persoalan serius padahal industri itu sudah dikembangkan lama, punya SDM (sumber daya manusia) bagus, tapi karena krisis hadapi persoalan serius,"
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Nopember 2009

*(Mantan Karyawan BUMN Industri Strategis) sekarang bekerja di BPPT
Dimuat di TABLOID Media Pekerja BUMN, Edisi 17, Januari 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Animated Chocolate Heart Shiny Love

Translate