OTOP, Pariwisata Thailand

Sekelompok turis asal Singapura terlihat antusias memerhatikan pekerja tak berbaju memutar-mutar tanah liat untuk gerabah di Perkampungan Dan Kwian, Provinsi Nakhon Ratchasima atau Korat, 160 kilometer timur laut Bangkok. Peluh mengucur dari badannya yang bertato karena selain udara kampung kerajinan tanah itu panas, juga tempat dia bekerja lokasinya tidak jauh dari tungku pemanas gerabah.

Di jalan kampung itu seorang penjaja makanan kecil diserbu rombongan ibu-ibu wisatawan asal Filipina. Mereka memborong makanan kecil manis yang dibakar pakai mangkok tembikar kecil, untuk cemilan. Suasana itu terjadi di tengah hari panas awal Oktober lalu atau ketika kota Bangkok �panas� dilanda kerusuhan akibat konflik elite politik.

Sentra perajin tembikar Dan Kwian merupakan salah satu tempat yang dipilih Kantor Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand untuk dijadikan One Tambon One Product atau OTOP pada awal 2005. Tambon, bahasa Thai, adalah daerah paling rendah dalam struktur pemerintahan atau desa.

Di pedesaan ini juga dibuka Home Stay dengan tarif 1.000 bath per hari (1 bath sekitar Rp 330 ). Selain menginap, para turis bisa melakukan kegiatan memasak, bertani, membuat tembikar atau kegiatan pedesaan lainnya dengan tarif 100 bath per tambahan aktivitas.

Kondisi ini menjadikan pengeluaran turis (spending) jadi besar, juga lama tinggal (length of stay) wisatawan menjadi panjang. Itulah yang menjadi konsep universal pariwisata di mana negara mendapat manfaat dari perolehan devisa.

�Sentra ini berkembang kira-kira satu tahun setelah Perdana Menteri Thaksin Shinawatra memerintah,� ujar Raksayan Nandoong, seorang pemandu wisata di sana. Walaupun perkampungan ini menjorok ke dalam, tetapi jalan aksesnya sudah bagus dan hanya 2-3 kilometer dari jalan raya Bangkok-Korat. Jalan raya Bangkok-Korat sendiri sangat bagus karena jalan berlajur enam dan merupakan highway sehingga waktu tempuh dari Bangkok hanya dua jam.

Sesudah konsep OTOP berjalan, pedesaan itu menjadi semarak. Perekonomian warga menggeliat karena pemerintah melakukan standardisasi produk pedesaan itu sekaligus membantu memasarkannya termasuk ekspor. Menurut Raksayan, sekarang pembeli luar negeri bisa langsung pesan ke pedesaan itu. Bisa melalui telepon, faksimile atau e-mail karena pemerintah juga membangun jaringan komunikasi.

�Sepuluh tahun lalu tidak berbayang sentra ini menjadi begini ramai,� ujar Indra Nugraha dari Tourism Autthority of Thailand, perwakilan Indonesia.

Pemerataan ekonomi

Konsep OTOP memang dijalankan sejak pemerintahan Thaksin untuk menyebarkan pertumbuhan ekonomi ke desa- desa. Konsep ini diadopsi dari Jepang yang mengembangkan one village one product. Tujuannya, selain agar desa-desa itu tumbuh, juga agar masing-masing tak bersaing satu sama lain.

Masing-masing desa itu tidak saling nyontek alias latah. Tidak dikembangkannya model unggulan ini terjadi seperti di beberapa desa di Pulau Bali. Ketika satu desa mengembangkan produk kerajinan dan maju pesat, desa-desa tetangganya menirunya sehingga banyak produk atau atraksi wisata sejenis dan saling bersaing.

Pemerintah Thailand membantu pemasarannya termasuk standardisasi. Sistem itu terintegrasi dengan pemerintah daerah dan swasta, sehingga ketika ada potensi daerah muncul dapat segera terpromosikan dan terpasarkan. Ini sekaligus menyebarkan semarak pariwisata yang selama ini terkonsentrasi di Pattaya atau pusat Kota Bangkok.

Tidak hanya perajin gerabah yang menjadi obyek OTOP di Provinsi Nakhon Ratchasima yang langsung berbatasan dengan Laos dan Kamboja. Di wilayah aliran Sungai Mekong ini, misalnya, juga dikembangkan Machada Thai Silk di Distrik Pak Thong Chai. Para wisatawan diajak melihat proses penenunan kain sutra asli Thailand mulai dari pengambilan kepompong ulat sutra, pemintalan benang, hingga penenunan.

Di tempat itu juga tersedia segala jenis pakaian dan bahan pakaian terbuat dari sutra sehingga wisatawan berbelanja langsung buat oleh-oleh. Mode dan desainnya disesuaikan dengan perkembangan mutakhir karena pemerintah terus menerus membantunya, termasuk mendatangkan rombongan turis ke tempat itu.

Peternakan sapi

Konsep OTOP tidak hanya dikembangkan di pedesaan yang belum tumbuh, tetapi juga dirancang untuk potensi yang sudah mapan. Misalnya di peternakan sapi Farm Chokchai, yakni peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara.

Menurut Nunsirak Nuch Nang, salah satu pemandu wisata perempuan, kawasan peternakan yang luasnya sekitar 5.000 hektar itu berisi sekitar 8.000 sapi dari berbagai jenis dan usia. Sebagian sapi itu diperah dan menghasilkan berbagai jenis produk susu. Di samping itu ada peternakan berbagai jenis kuda yang siap diatraksikan.

Di Klang Farm Hall, salah satu bagian dari peternakan sapi perah Farm Chokchai, para wisatawan diajak keliling peternakan dengan kereta yang ditarik traktor. Benar-benar seperti mengangkut sapi karena konsepnya memang kembali ke alam dan bagaimana belajar hidup serasi dengan alam.

Sopir traktor, perempuan muda berbaju lengan panjang warna merah, bercelana jean biru Levi�s, mirip pakaian cowboy, dengan sepatu boot dan topi penggembala sapi. Ikat pinggangnya terbuat dari kulit selebar 5 sentimeter dengan logam bergambar kuda. Di tangan kanannya ada bendera Thailand.

Wisatawan berkeliling di hutan buatan yang terletak di tengah-tengah peternakan. Hanya musim dingin udaranya sejuk karena kawasan itu terletak di dataran rendah. Hutan yang berada di tengah peternakan itu memiliki tanaman homogen sejenis akasia mangium.

Di tengah hutan tersedia camping ground yang masing-masing dilengkapi tenda ber-AC. Di tengah areal kamping tersedia ruang terbuka untuk makan siang atau outbound. Di sebelahnya terletak kebun binatang mini yang sebagian besar diisi rusa. Kebun itu juga dikelilingi oleh sungai buatan yang ditanami ikan sehingga wisatawan bisa menangkap ikan di waktu senggang.

Konsep pariwisata di peternakan ini adalah Cowboy Village. Para pengunjung bisa menyaksikan berbagai atraksi cowboy, mulai dari menangkap sapi dengan tambang lengkap dengan lasonya. Kemudian cara memerah susu sapi, atraksi pistol dan menunggang kuda. Selain peternakan sapi, kamp ini juga mengembangkan peternakan kuda.

Pada malam hari, para wisatawan disuguhi atraksi Cowboy Night. Yakni, acara pergelaran musik country, lengkap dengan atraksi Cowboy Indian menunggang kuda sambil membawa obor.

Di sekeliling lapang pergelaran terbuka itu tersedia berbagai makanan mulai dari steak sapi, rebus jagung, salad, dan berbagai minuman mulai dari anggur hingga minuman ringan.

Semua daerah tujuan wisata ini terletak di kawasan I-San atau northeastern Thailand, wilayah yang tergabung dalam 19 provinsi dan langsung berbatasan dengan Laos dan Kamboja. Tujuannya, memeratakan semarak pariwisata ke seantero Negeri Gajah Putih itu.

Ditulis oleh Dedi Muhtadi dari Thailand (KOMPAS Minggu, 19 Oktober 2008 )


0 komentar:

Posting Komentar

 
Animated Chocolate Heart Shiny Love

Translate